REKAYASA BAHAN
BAKU PAKAN
Akuakultur
telah tercatat sebagai industri penghasil makanan dengan pertumbuhan paling
cepat di dunia yang berkontribusi hingga 60-70%. Kegiatan budidaya di bidang
akuakultur tidak terlepas dari manajemen pakan. Pakan yang diberikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi ikan. Pakan ikan dapat diartikan sebagai
campuran berbagai bahan pangan baik bahan nabati atau hewani yang diolah
sehingga mudah dikonsumsi dan dicerna ikan sebagai sumber nutrisi bagi ikan
untuk menghasilkan energi (Hodar et al. 2020). Pertumbuhan ikan akan
berjalan optimal seiring dengan terpenuhinya kebutuhan akan jumlah pakan dan
kandungan nutrisi pada pakan yang diberikan (Isa et al. 2015).
Peranan
pakan sangat penting dalam meningkatkan produksi budidaya. Penggunaan pakan
secara intensif menyebabkan penyerapan biaya produksi dari pakan yang mencapai
70%. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi permasalahan bahan pakan tersebut
yang salah satunya dengan mencari bahan baku pakan alternatif. Pemanfaatan
bahan baku pakan alternatif telah banyak dilakukan yaitu dengan menggunakan
bahan baku pakan lokal yang mudah didapat dan biasanya berupa limbah yang belum
termanfaatkan secara optimal. Beberapa bahan baku pakan lokal yang mempunyai
potensi sebagai bahan baku pakan alternatif seperti bungkil kelapa sawit, ampas
sagu, bungkil biji karet, bungkil kelapa dan dedak padi serta limbah peternakan
seperti isi rumen. Upaya pemanfaatan bahan baku pakan lokal tersebut masih
mengalami kendala yaitu tingginya kandungan serat kasar yaitu lebih dari 7%,
rendahnya kandungan protein kasar bahan baku, keseimbangan asam amino yang
rendah, dan adanya zat anti nutrisi sehingga perlu diolah lagi karena ikan
kurang mampu mencerna serat kasar sebab di dalam usus ikan tidak ada mikroba
yang mampu memproduksi enzim selulase. Berbagai pengolahan terhadap bahan pakan
berserat tinggi telah banyak dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan
pakan salah satunya dengan melakukan rekayasa (Syamsunarno dan Sunarno 2014).
Rekayasa
dapat diartikan sebagai pemanfaatan ilmu dan teknologi untuk menyelesaikan
permasalahan manusia. Berkaitan dengan kebutuhan pakan ikan juga dilakukan
rekayasa terhadap bahan baku pakan ikan. Rekayasa bahan baku bertujuan untuk
menghasilkan bahan baku yang bermutu, berkualitas dan lebih unggul melalui
perbaikan nutrisi dari bahan baku suatu pakan. Rekayasa bahan baku pakan ikan
dapat dilakukan secara secara fisik, kimia, dan biologi (Pamungkas 2012).
Rekayasa pakan bahan baku secara fisik dapat dibagi menjadi perendaman,
pemasakan, penepungan dan pemasakan.
PROSES
PENGOLAHAN REKAYASA BAHAN SECARA FISIK, BIOLOGI DAN KIMIA
PROSES
PEMBUATAN (FISIK KAYA APA, BIOLOGI: FERMENTASI, PENAMBAHAN ENZIM, KIMIA: SILASE
Pada
pembuatan pakan diharapkan menghasilkan pakan yang memiliki kandungan gizi yang
tinggi. Salah satu caranya adalah dengan fermentasi. Salah satu mikroorganisme
yang sering digunakan dalam proses fermentasi adalah probiotik ikan yang
merupakan spesies umum yang banyak digunakan dalam fermentasi pakan. Proses
fermentasi dapat meningkatkan kadar protein, menurunkan kadar serat kasar dan
menurunkan kadar HCN yang terdapat pada kulit singkong (Pratiwi, 2015). Pada
penelitian sebelumnya Setyono. H. (2007) melakukan fermentasi pada pakan ternak
dengan jerami padi sebagai substrat menggunakan probiotik ikan selama 14 hari,
dilanjutkan penambahan probiotiknya pada hari ke-15 dan difermentasi lagi
sampai 28 hari. Dari hasil didapatkannya peningkatan kandungan protein dan
penurunan kandungan serat kasar. Fermentasi merupakan aktivitas perombakan
karbohidrat oleh mikroorganisme menjadi alkohol, asam organik, air dan
karbondioksida (Wilkinson, 1998). Enzim amilase berperan dalam mengubah pati
menjadi glukosa dengan memutuskan ikatan glukosida yaitu ikatan antara molekul
glukosa pada polimer pati. Hasil pemecahan glukosa oleh enzim amilase akan
digunakan untuk proses metabolisme. Proses metabolisme dimulai dengan mengolah
glukosa menjadi asam piruvat karena proses metabolisme terjadi secara anaerob
(fermentasi), maka asam piruvat yang terbentuk akan diubah menjadi produk
fermentasi yaitu ATP (Adenosin Tri Phosphate) yang digunakan sebagai sumber
energi untuk tumbuh dan berkembang, kemudian hasil lainnya adalah alkohol dan
CO2 sebagai hasil metabolism (Hilma et al. 2017).
Produksi
ikan secara intensif bergantung pada ketersediaan pakan baik kualitas maupun
kuantitas. Kualitas pakan sangat ditentukan oleh bahan penyusun pakan,
diantaranya tepung ikan untuk sumber protein hewani. Tepung ikan merupakan
sumber protein utama yang digunakan oleh industri pakan ikan (Abdiguna et al.,
2013). Bergantungnya sumber protein utama dalam pakan pada tepung ikan tentu
akan menyebabkan ketersediaan tepung ikan semakin terbatas. Selanjutnya seiring
dengan semakin menurunnya produksi perikanan tangkap, maka ketersediaan tepung
ikan sebagai komponen penghasil pakan juga menurun (Yustianti et al., 2013).
Oleh karena itu perlu adanya sumber protein alternatif untuk mengurangi
penggunaan tepung ikan dalam pakan. Bahan pakan yang dapat digunakan sebagai
sumber protein alternatif adalah usus ayam hasil limbah pemotongan ayam. Usus
ayam memiliki kelebihan untuk dijadikan bahan pakan, yaitu mudah diperoleh dan
memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik, sedangkan kelemahannya menurut
Nugroho (2011) adalah penyimpanan pakan limbah rumah pemotongan ayam lebih
sulit dan tidak tahan lama karena mudah membusuk. Oleh karena itu perlu adanya
teknologi pengolahan lebih lanjut terhadap usus ayam, yaitu menjadi silase.
Menurut Yunizal (1986) dalam Probosasongko (2003), silase ikan yang dibuat
dengan menambahkan 3,5% campuran asam formiat dan propionat 1:1 dapat disimpan
lebih dari 6 bulan tanpa mengalami penurunan kualitas bahan. Proses pembuatan
silase akan menghidrolisis protein (polipeptida) menjadi lebih sederhana
(peptida) sehingga lebih mudah dicerna oleh saluran pencernaan ikan, dengan
demikian energi yang digunakan dalam proses pencernaan akan berkurang dan
kelebihan energinya dapat digu nakan untuk penambahan protein tubuh dalam
proses pertumbuhan (Adelina, 2007). Hasil penelitian Syah et al. (2006)
menunjukkan bahwa penggunaan 20% tepung silase usus ayam menunjukkan hasil
terbaik untuk menggantikan tepung ikan dan diduga lebih dari 20% penggunaan
tepung silase usus ayam telah mencukupi dalam pakan ikan kerapu macan. Silase
jeroan ayam dapat menggantikan tepung ikan sampai dengan 20% dalam pakan buatan
ikan nila (Sukma et al.2019).
DAFTAR PUSTAKA
Hilma R, Wulandari
A Wahyuningsih. 2017. Potensi silase kulit jagung sebagai bahan pakan fermentasi. Jurnal Photon. 8(1):
137-146.
Hodar AR, Vasaba
RJ, Mahayadiya DR, Joshi NH. 2020. Fish meal dan fish oil replacement for aqua feed formulation by using
alternative sources. Journal Expert Zool. 23(1): 13-21.
Isa M, Rinidar,
Zalia T, Harris A, Sugito, Herrialfian. 2015. Analisis proksimat kadar lemak
ikan nila yang diberi suplementasi daun
jaloh yang dikombinasi dengan kromium dalam pakan setelah pemaparan stres panas. Jurnal Medika Veterinaria.
9(1): 60-63.
Pamungkas W. 2012.
Penggunaan enzim cairan rumen sebagai alternatif untuk mendukung pemanfaatan
bahan baku pakan. Media Akuakuultur. 7(1): 32-28.
Sukma T, Yulisman,
Fitrani M. 2019. Pemanfaatan tepung silase usus ayam sebagai substitusi tepung ikan dalam formulasi pakan patin
siam (Pangasius hypophthalmus). Journal of Aquaculture and Fish Health 8(1): 62-70.
Syamsunarno MB, Sunarno MTD. 2014. Kajian biji karet (Hevea
bransiliensis) sebagai kandidat bahan
baku pakan ikan. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan. 3(2): 135-142.
Komentar